Breaking News

Rahasia Sukses Berbisnis, Leonard Theosabrata: Percayalah Pada Proses



Info Sukses - Industri kreatif dan digital tengah berkembang dan kata banyak pakar akan terus melesat. Banyak peluang yang bisa digarap, tentu dengan kesiapan yang mumpuni. 
Turut mendukung kesiapan itu Leonard Theosabrata, desainer produk sekaligus pendiri Accupunto, perusahaan furniture berbahan metal dan plastik dari Jakarta yang mendunia, membuat maker space bernama Indoestri. Konsep Indoestri inilah yang diadopsi Pemda DKI era Basuki Tjahaja Purnama menjadi Jakarta Creative Hub. 
Indoestri dapat dikata pionir makerspace di Indonesia. Merupakan wadah dan komunitas para pembelajar, makerentrepreneur, serta pelaku kreatif yang ingin mengembangkan kapabilitasnya.
Maka saat menengok ke websitenya, http://www.indoestri.com/, Anda akan menemukan beragam workshop yang dapat diikuti. Sebutlah pembuatan tas kulit, perhiasan, pertanian kota, fotografi dan editingnya, alat musik okulele, hingga strategi pemasaran seperti bagaimana membangun merk termasuk melalui sosial media. Tarifnya beragam, ada yang Rp 600 ribu, ada yang mencapai Rp 2 juta.
Dalam sebuah perbincangan dengan WI belum lama ini, Leonard mangatakan, berbagai pelatihan itu ia gagas untuk memancing inovasi. Karena pada dasarnya Indoestri dia dirikan sebagai bengkel kerja. Leonard mengusung gerakan Self made.
”Artinya buatlah sesuatu dengan tanganmu sendiri. Karena dengan membuat sesuatu dengan tangan sendiri akan menjadikan seseorang mengapresiasi kerja keras dan gigih mengembangkan keahliannya. Hasil lainnya, lebih menghargai karya orang lain,” jelas Leonard.  
Dia juga menyebutnya sebuah gerakan untuk mengajak banyak orang percaya pada proses. ”Seperti selalu saya bilang, sukailah journey atau perjalanannya dibanding hasilnya. Dengan begitu kita mencintai proses. Ini penting, kalau tidak mencintai proses ya nggak ada inovasi,” katanya mengingatkan.
Menurut Leonard, wajib bagi seseorang yang pengin punya brand sepatu paham dan bisa membuat sepatu. Penting pula bagi seseorang yang ingin punya brand fashion punya kemampuan menjahit. ”Bukan artinya nanti akan menjahit sendiri, tapi tahu prosesnya,” tegasnya.
Daripada Komplain Saja
Semangat yang digaungkannya pada para entrepreneur ini kata Leonard tak lepas dari pengalamannya di Brightspot Market, sebuah pasar digital di mana brand independen mendapatkan sarana untuk berjualan dan berkenalan dengan konsumennya. Misinya, memberikan kesempatan pada brand lokal dan industri kecil yang sedang memulai usahanya. 
”Karena terlibat di Brightspot, saya melihat banyak brand Indonesia tumbuh tapi kualitasnya masih kurang bikin happy. Tapi daripada complain saja tanpa berbuat apa-apa, saya buat gerakan dan tempat. Sama juga dengan keterlibatan di Pop On Plaza Indonesia, saya kan tenand juga dan dengar komplain, kok tenand-nya kurang ramai. Jadi kita cari cara meramaikan,” papar pria kelahiran 1977 ini.
Leonard sangat mengagungkan sustainability atau keberlanjutan. ”Seperti di Pop On Plaza Indonesia ini kita ingin ngomong integrated concept, bukan lagi curation. Kurasi rasanya sudah basi, gara-gara media sosial semua orang menjadi kurator terhadap mana produk yang oke mana yang tidak. Masalah selera itu subjektif. Nah soal integrasi, kira-kira apa yang bisa diintegrasikan,” tuturnya.
Kiprah Leonard di dunia pengusaha muda terdengar oleh Pemda DKI Jakarta era Basuki Tjahaja Purnama. Suatu ketika, Veronica Tan istri Basuki menyatakan ingin bertemu dengannya.
”Saya bilang ya datang saja. Eh beneran dia datang, tanpa birokrasi dan formalitas. Dia lihat langsung suasana kegiatan di Indoestri dan ngobrol dengan saya. Anaknya pun karena senang musik ikut kelas okulele,” cerita alumni Art Center College of Design Pasadena ini mengenang. 
Leonard sebenarnya sedikit apatis dengan pemerintah yang lekat dengan kesan birokrasi dan pencitraan semata. ”Tapi saya melihat pemerintah DKI yang lalu itu sungguh-sungguh. Approach-nya benar, nggak pakai gaya pemerintahan. Intinya mereka ingin membuat fasilitas yang bisa mendukung kreativitas di Jakarta. Mereka sudah berkeliling dan studi banding. Menurut mereka yang konsep dan praktiknya jalan bener ya Indoestri, makanya ingin berpartner. Ya sudah, saya juga senang diapresiasi,” katanya seraya mengembangkan senyum.
Begitulah Leonard menjadi konsultan pembuatan Jakarta Creative Hub (JCH). Kata dia konsep JCH sama dengan Indoestri.
”Istilahnya saya bikin Indoestri untuk DKI Jakarta. Tadinya Pemda DKI ingin membuat co working space. Saya bilang nggak usah karena menurut saya nggak ada gunanya. Boleh, tapi jangan jadi yang utama. Yang utama adalah occasional training-nya dulu, maker space-nya dulu,” tegas Leonard.
Leonard khawatir, jika belum apa-apa sudah jumawa dengan istilah start up atau entrepreneurship, menjadi kebablasan. Istilahnya euphoria sesaat.
Setelah diresmikan dan dimanfaatkan banyak calon entrepreneur muda, Leonard berharap JCH terus dimanfaatkan dengan baik. ”Buat saya yang penting adalah keberlanjutannya. Mendirikan mah semua orang bisa, tapi bagaimana menjaga, merawat dan menghasilkan belum tentu bisa. Saya bilang masih 50% karena belum ada hasil, belum terbukti. Semoga berlanjut sampai ada hasilnya. Kalau ada hasil semoga juga dikembangkan di tempat-tempat lain. Mau dicontek idenya silakan, ini sudah public domain,” pungkasnya berharap.*
Sumber:http://wanitaindonesia.co.id/index.php?view=viewarticle&id=17070123

Tidak ada komentar